KJSB Mutiara adalah Badan Hukum Surveyor Berlisensi yang Merupakan Mitra Kerja dari Kementrian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional RI berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang Kepala BPN RI No. 709/SK-PU.04.01/V/2002 dan memiliki tenaga-tenaga ahli berlisensi yang memiliki keahlian dan terampil melaksanakan tugas-tugas survei dan pemetaan dalam rangka pendaftaran tanah dan bertanggung jawab atas survei dan pemetaan yang dihasilkan.

Pemecahan, Pemisahan & Penggabungan Hak Atas Tanah

Pemecahan, Pemisahan dan Penggabungan sertifikat tanah warisan adalah pembagian lahan sesuai dengan hak waris yang didapatkan sesuai dengan surat waris tanah yang didapat. Tujuan dari pemecahan sertifikat bisa dalam membagi hak waris atau transaksi jual beli tanah. Dalam eksekusinya, pemecahan sertifikat tanah warisan tidak bisa dilakukan langsung hanya antar keluarga atau ahli waris tersebut saja.

Tujuan Layanan

Persyaratan

Badan Hukum

Tujuan Pemecahan, Pemisahan dan Penggabungan Hak Atas Tanah

Kepastian Hukum

Seseorang melakukan Pemecahan, Pembaguan dan Penggabungan Hak Atas Tanah bertujuan untuk mendapatkan kepastian hukum dan perlindungan kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dari hak-hak lain yang terdaftar, agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak atas aset(kekayaan) yang bersangkutan.
Biasanya Pemecahan Hak Atas Tanah dilakukan dalam rangka Pembagian Warisan, Penjualan Tanah dan Lainnya. 

Pengolahan Infografis

Seseorang melakukan Pemecahan, Pemisahan dan Penggabungan Hak Atas Tanah bertujuan untuk menyedikan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah, agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai aset/bidang(Kekayaan) yang sudah terdaftar.

Administrasi Negara

Seseorang melakukan Pemecahan, Pemisahan dan Penggabungan Hak Atas Tanah bertujuan untuk memenuhi penyelenggaraan administrasi negara dan pertahanan.

Persyaratan Pemecahan, Pemisahan dan Penggabungan Hak Atas Tanah

Persyaratan dalam “Pemecahan, Pemisahan dan Penggabungan Hak Atas Tanah” adalah sebagai berikut;

Fotocopy KTP/Identitas Pemohon

Fotocopy PBB (Wajib)

Surat Permohonan

Surat Kuasa

Akta Jual Beli/Ikrar Wakaf

Sertifikat Asli

Fotocopy Bea Perolehan Hak Tanah dan Bangunan

Rencana Tapak/Site Plan dari Pemerintah

Peraturan Hukum

Peraturan

Pengaturan mengenai pemecahan, pemisahan, dan penggabungan bidang tanah terdapat dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (PP No. 24/1997) dan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (Permenag/Ka.BPN No. 3/1997).

Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali meliputi:

Pemecahan Bidang Tanah

Pemecahan bidang tanah secara rinci diatur dalam Pasal 48 PP No. 24/1997 dan Pasal 133 Permenag/Ka.BPN No. 3/1997.

PP No. 24/1997 maupun Permenag/Ka.BPN No. 3/1997 tidak menyebutkan secara jelas pengertian dari pemecahan bidang tanah. Namun, berdasarkan ketentuan dalam Pasal 48 ayat (1) PP No. 24/1997, dapat ditarik kesimpulan bahwa pemecahan bidang tanah adalah pemecahan satu bidang tanah yang sudah didaftar menjadi beberapa bagian atas permintaan pemegang hak yang bersangkutan. Berdasarkan Pasal 1 angka 2 PP No. 24/1997, bidang tanah adalah bagian permukaan bumi yang merupakan satuan bidang yang terbatas.

Syarat-syarat Pemecahan Bidang Tanah

  • Harus sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku serta tidak boleh mengakibatkan tidak terlaksananya ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  • Untuk pendaftarannya, masing-masing bidang tanah diberi nomor hak baru dan dibuatkan surat ukur, buku tanah dan sertifikat baru, sebagai pengganti nomor hak, surat ukur, buku tanah dan sertifikat asalnya. Surat ukur, buku tanah, dan sertifikat hak atas tanah semula dinyatakan tidak berlaku lagi.
  • Jika hak atas tanah yang bersangkutan dibebani dengan hak tanggungan, dan/atau beban-beban lain yang terdaftar, pemecahan bidang tanah baru boleh dilaksanakan setelah diperoleh persetujuan tertulis dari pemegang hak tanggungan atau pihak lain yang berwenang menyetujui penghapusan beban yang bersangkutan.
  • Dalam pelaksanaan pemecahan bidang tanah, sepanjang mengenai tanah pertanian, wajib memperhatikan ketentuan mengenai batas minimal sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  • Permohonan pemecahan bidang tanah yang telah didaftar, diajukan oleh pemegang hak atau kuasanya dengan menyebutkan untuk kepentingan apa pemecahan tersebut dilakukan dan melampirkan:
    • Sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan
    • Identitas pemohon
    • Persetujuan tertulis pemegang Hak Tanggungan, apabila hak atas tanah yang bersangkutan dibebani Hak Tanggungan.

Dasar Hukum

  • Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
  • Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 16 Tahun 1997 tentang Perubahan Hak Milik Menjadi Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai dan Hak Guna Bangunan Menjadi Hak Pakai.
  • Keputusan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 Tahun 1998 tentang Pemberian Hak Milik Atas Tanah untuk Rumah Tinggal.

Pemisahan Hak Atas Tanah

Pemisahan bidang tanah secara rinci diatur dalam Pasal 49 PP No. 24/1997 dan Pasal 134 Permenag/ Ka.BPN No. 3/1997.

PP No. 24/1997 maupun Permenag/Ka.BPN No. 3/1997 tidak menyebutkan secara jelas pengertian dari pemisahan bidang tanah. Namun, berdasarkan ketentuan dalam Pasal 49 ayat (1) PP No. 24/1997, dapat ditarik kesimpulan bahwa pemisahan bidang tanah adalah pemisahan satu bidang tanah yang sudah didaftar menjadi sebagian atau beberapa bagian atas permintaan pemegang hak yang bersangkutan.

Syarat-syarat Pemisahan Bidang Tanah

  • Untuk pendaftarannya, diberi nomor hak dan dibuatkan surat ukur, buku tanah dan sertifikat tersendiri.
  • Pada peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur, buku tanah dan sertifikat bidang tanah semula dibubuhkan catatan mengenai telah diadakannya pemisahan bidang tanah.
  • Catatan mengenai adanya hak tanggungan dan beban lain yang ada pada buku tanah dan sertifikat hak atas bidang tanah induk, dicatat pada buku tanah dan sertifikat hak atas bidang tanah yang dipisahkan.
  • Lampiran yang harus dibuat dalam pemisahan bidang tanah adalah:
    • Sertifikat hak atas tanah induk
    • Identitas pemohon
    • Persetujuan tertulis pemegang Hak Tanggungan, apabila hak atas tanah yang bersangkutan dibebani hak tanggungan.
    • Surat kuasa tertulis apabila permohonan diajukan bukan oleh pemegang hak.

Akibat Hukum Pemisahan Bidang Tanah

  • Persamaan status hukum antara bidang atau bidang-bidang tanah yang dipisahkan dengan status bidang tanah induknya.
  • Dalam hal pemisahan terhadap bidang tanah yang luas, yang diambil sebagian tanahnya dan menjadi satuan bidang tanah baru, bidang tanah induknya masih ada dan tidak berubah identitasnya, kecuali mengenai luas dan batasnya.

Dasar Hukum

  • Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
  • Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 16 Tahun 1997 tentang Perubahan Hak Milik Menjadi Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai dan Hak Guna Bangunan Menjadi Hak Pakai.
  • Keputusan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 Tahun 1998 tentang Pemberian Hak Milik Atas Tanah untuk Rumah Tinggal.

Penggabungan Bidang Tanah

Penggabungan bidang tanah secara rinci diatur dalam Pasal 50 PP No. 24/1997 dan Pasal 135 Permenag/Ka.BPN No. 3/1997.

PP No. 24/1997 maupun Permenag/Ka.BPN No. 3/1997 tidak menyebutkan secara jelas pengertian dari penggabungan bidang tanah. Namun berdasarkan ketentuan dalam Pasal 50 ayat (1) PP No. 24/1997, dapat ditarik kesimpulan bahwa penggabungan bidang tanah adalah penggabungan dua bidang tanah atau lebih yang sudah didaftar dan letaknya berbatasan, dan kesemuanya merupakan atas nama pemilik yang sama, sehingga menjadi satu satuan bidang baru atas permintaan pemegang hak yang bersangkutan.

Syarat-syarat Penggabungan Bidang Tanah

  • Semua bidang tanah dimiliki dengan hak yang sama dan bersisa jangka waktu yang sama.
  • Untuk pendaftarannya, diberi nomor hak dan dibuatkan surat ukur, buku tanah, dan sertifikat baru.
  • Pendaftaran dilakukan dengan menyatakan tidak berlaku lagi surat ukur, buku tanah, dan sertifikat hak atas bidang-bidang tanah yang digabung.
  • Membuat surat ukur, buku tanah dan sertifikat baru untuk bidang tanah hasil penggabungan.
  • Lampiran yang harus dibuat dalam penggabungan bidang tanah adalah:
    • Sertifikat-sertifikat hak atas bidang-bidang tanah yang akan digabung
    • Identitas pemohon.
    • Dapat dilakukan apabila tidak ada catatan mengenai beban Hak Tanggungan atau beban lainnya pada hak atas bidang-bidang tanah yang akan digabung.

Akibat Hukum Penggabungan Bidang Tanah

Akibat hukum dari penggabungan bidang tanah adalah persamaan status hukum bidang tanah hasil penggabungan dengan status bidang-bidang tanah yang digabung.

Dasar Hukum

  • Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
  • Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 16 Tahun 1997 tentang Perubahan Hak Milik Menjadi Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai dan Hak Guna Bangunan Menjadi Hak Pakai.
  • Keputusan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 Tahun 1998 tentang Pemberian Hak Milik Atas Tanah untuk Rumah Tinggal.

Hubungi Kami

JL.Hj.Tutty Alawiyah No.22 02/07 Pejaten Barat, Ps.Minggu, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 12510.

Jalan Alamanda III B2/15, Cipadu Jaya, Larangan, Kota Tangerang, Banten, 15155.

merlin.co.id